Medan - Sastra Batak USU : Sejak Tahun 2006 Badan Akreditasi Perguruan Tinggi (BAN-PT) telah melaksanakan akreditasi perguruan tinggi menggunakan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar yang dikembangkan pada tahun 2006 yang kemudian direvisi pada tahun 2011 dan berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2018. Terhitung sejak 1 Oktober 2018 pelaksanaan akreditasi perguruan tinggi dilakukan dengan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi versi 3.0 yang kemudian dikenal sebagai IAPT 3.0.
Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar menggunakan standar yang ditetapkan oleh BAN-PT dan memiliki titik berat pada aspek input dan proses. Sementara itu, pemberlakuan IAPT 3.0, paling tidak menunjukkan 5 perubahan mendasar yang meliputi: 1) Pergeseran paradigma dalam akreditasi dari input-process ke output-outcome. 2) Perubahan tugas perguruan tinggi, dari mengisi borang ke melakukan evaluasi diri yang terkait dengan pengembangan institusi. 3) Perubahan tugas asesor dari mendeskripsikan data dan informasi menjadi melakukan asesmen atas hasil evaluasi diri. 4) Pergerseran nature akreditasi dari quality check menuju quality assurance, dalam rangka pengembangan mutu berkelanjutan (CQI) dan mengembangkan budaya mutu (Quality Culture Development). 5) Adanya pelibatan Perguruan Tinggi dalam proses akreditasi terutama dalam pemberian umpan balik penyusunan laporan akreditasi.
IAPT diharapkan memantik pergeseran pendekatan akreditasi dari rule-basedaccreditation menuju principle-based-accreditation sebagaimana ditunjukkan pada 3 karakteristik penting sebagai berikut. 1) Pergeseran paradigma dalam akreditasi dari input-process ke output-outcome. 2) Kejelasan kerangka berfikir (logical frame work) mulai dari perencanaan, implementasi, sampai dengan evaluasi, dan keterkaitannya dengan rencana pengembangan institusi. 3) Penekanan bahwa pimpinan perguruan tinggi adalah pihak yang paling bertanggungjawab (leader responsibility) dalam proses akreditasi. Setidaknya terdapat 2 pembeda utama antara Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar dan IAPT 3.0, yaitu: 1) Titik berat penilaian. Titik berat penilaian pada Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar adalah pada aspek input dan proses, sedangkan IAPT 3.0 memberikan bobot yang besar pada aspek output dan outcome. 2) Pemenuhan dan pelampauan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti). Hal yang paling penting dalam IAPT 3.0 adalah diukurnya pemenuhan dan pelampauan SN-Dikti oleh perguruan tinggi untuk pertama kalinya.
Pemenuhan Instrumen Suplemen Konversi Peringkat Akreditasi – APT 3.0 2 dan pelampauan SN-Dikti ini belum bisa diukur dengan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar karena instrumen tersebut dikembangkan tahun 2011, sementara SN-Dikti baru ditetapkan pada tahun 2014. Kedua perbedaan tersebut mengakibatkan ketidaksetaraan peringkat akreditasi antara peringkat A dengan Unggul, B dengan Baik Sekali, dan C dengan Baik. Sampai dengan tanggal 29 Februari 2020 tercatat 2.560 perguruan tinggi yang terakreditasi dengan instrumen 2011 dan memiliki peringkat terakreditasi A/B/C. Sementara, sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 87 Tahun 2014, Permenristekdikti Nomor 32 Tahun 2016; dan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2020 peringkat terakreditasi/peringkat akreditasi tidak lagi menggunakan A/B/C melainkan Unggul/Baik Sekali/Baik.
Oleh karena adanya ketidaksetaraan peringkat akreditasi yang dihasilkan dengan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar dan IAPT 3.0 dan sebagai tindak lanjut atas terbitnya Permendikbud Nomor 5 Tahun 2020 dan Peraturan BANPT Nomor 1 Tahun 2020 maka diperlukan adanya Instrumen Suplemen Konversi Peringkat Akreditasi (ISK). ISK adalah instrumen akreditasi tambahan yang digunakan untuk pengambilan keputusan konversi peringkat terakreditasi yang diperoleh dengan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 7 Standar menjadi peringkat akreditasi baru sesuai dengan instrumen APT 3.0. Prinsip dasar persyaratan konversi adalah pemenuhan syarat perlu terakreditasi dan syarat perlu peringkat terakreditasi sebagaimana diatur dalam Peraturan BAN-PT Nomor 3 Tahun 2019, dan 2 butir persyaratan yang merupakan penanda penting pelampauan SN-Dikti dan transisi menuju outcome-based accreditation.
Dengan itu, Program studi Sastra Batak melaksanakan program ISK bersama bapak Prof. Jonner Hasugian Universitas Sumatera Utara. dilaksanakan di Gedung UMM Universitas Sumatera Utara. Harapanya, semoga mendapat hasil terbaik.